Sabtu, 07 Juni 2014

Software Yang Digunakan Oleh Perbankan

Software yang digunakan didalam tekhnologi perbankan


Pengertian sistem aplikasi perbankan adalah penggunaan komputer dan alat-alat pendukungnya dalam operasional perbankan yang meliputi pencatatan, penghitungan, peringkasan, penggolongan, dan pelaporan semua kegiatan di bidang perbankan. Kegiatan tersebut bisa meliputi administrasi, akuntansi, manajemen, pemasaran, atau bidang lain yang mendukung kegiatan perbankan.
Kriteria pemilihan software yang akan digunakan didalam  aplikasi tekhnologi perbankan yaitu :

1. Kemampuan Dokumentasi Atau Penyimpanan Data
Kemampuan dokumentasi ini sebanding dengan kapasitas kerja dan jumlah nasabah yang dilayani Bank. Jumlah data atau nasabah semakin banyak memerlukan memory komputer yang lebih besar untuk menampung Data Base-nya dengan tetap memperhatikan kecepatan proses pengolahan datanya. Sebagai contoh, Bank yang kapasitas kerjanya relatif kecil, misalnya hanya mempunyai 1 kantor, dengan jumlah nasabah hanya ratusan orang, kurang tepat jika menggunakan program yang dijalankan pada mesin besar, misalnya AS 400. Kesimpulannya didalam setiap bank harus memiliki kapasitas  kerja yang besar sehingga bisa menjalankan program yang besar dengan kapasitas orang yang banyak, dan bisa memajukan kinerja bank semaksimal mungkin.


2. Keluwesan (Flexibility)
Kondisi ini harus bisa diantisipasi oleh software komputer sampai batas tertentu. Bank Software komputer yang fleksibilitas tinggi dapat digunakan oleh dua buah bank yang kapasitasnya sama tetapi sistem dan prosedurnya berbeda. Setiap bank bisa mempunya kelebihan yang sama meskipun didilamnya memiliki cara yang berbeda-beda dalam menangani batasan masaah yang dimiliki.

3. Sistem Keamanan (Security System)
Sistem keamanan data merupakan faktor yang sangat penting di bidang perbankan mengingat fungsinya sebagai lembaga kepercayaan yang sebagian besar dana yang telah dikelolanya dimiliki masyarakat. System ini dijelaskan penggunaannya menggunakan  User Id dan password, fasilitas back up data, atau penggunaan sandi-sandi data bank yang digunakan pada system aplikasi.

4. Kemudahan Pengoperasian (User Friendly)
Pengertian mudah dioperasikan bukan berarti setiap pemakai (user) bias mengakses ke software tersebut tetapi setiap petugas yang berwenang mudah mengoperasikan proses yang menjadi tanggung jawabnya. Tahap input, proses, dan output data pada software tersebut tidak menjadi penghambat dalam kegiatan perbankan secara keseluruhan. Sistem aplikasi komputer yang baik bahkan dapat mendeteksi kesalahan pengoperasian (error message) dan memberikan petunjuk pemecahan masalahnya.


5. Sistem Pelaporan (Reporting)
Data atau informasi yang dibutuhkan harus bisa disajikan dalam bentuk yang jelas dan mudah dimengerti. Bank memerlukan laporan-laporan yang lengkap dan jelas tersebut terutama dalam proses pemeriksaan (audit) atau penyajian laporan yang bisa dimengerti oleh pihak-pihak lain dengan harapan keuangan setiap Bank menjadi lebih transparan.


6. Aspek Pemeliharaan (Maintenance)
Kinerja software komputer diharapkan relatif stabil selama Bank beroperasi. Kondisi ini memerlukan aspek pemeliharaan yang baik, baik teknis peralatan maupun modifikasi/pengembangan software. Software perbankan harus mudah dipelihara misalnya penggantian suku cadang hardware yang cepat, perbaikan kinerja proses pengolahan data, serta kemudahan mendeteksi dan memperbaiki kesalahan program.


7. Sources Code
Software yang digunakan dalam operasional perbankan biasanya merupakan program paket yang sudah di-compile (executed program). Program tersebut relative tidak bisa dirubah atau dimodifikasi seandainya pihak Bank menginginkan perubahan atau fasilitas tambahan dari software tersebut. Kondisi ini bisa diatasi jika pihak Bank mempunyai dan memahami software tersebut dalam bentuk bahasa pemrograman aslinya (source code/program). Pertimbangan modifikasi source program ini sangat penting untuk mengantisipasi kedinamisan sektor perbankan sehingga software komputer yang terpilih relatif bisa digunakan untuk jangka waktu yang lama tanpa membeli paket software baru.

SISTEM APLIKASI GENERAL LEDGER

Salah satu aplikasi komputer dalam kegiatan perbankan adalah sistem aplikasi General Ledger. Output dari sistem aplikasi ini yang terpenting dan dikenal masyarakat adalah laporan keuangan bank yang terdiri dari Neraca, Laporan Rugi- Laba, dan Laporan Rekening Administratif. Sistem aplikasi General Ledger sangat penting karena keluaran dari sistem ini bisa menggambarkan kemampuan Bank dalam menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dan penyalur dana. Hal tersebut dimungkinkan melalui analisa data kuantitatif yang terdapat pada Laporan-laporan tersebut.

Sistem Aplikasi General Ledger ini bersifat integrated banking operasional system dengan memakai jaringan kerja komputer yang saling berhubungan untuk seluruh aplikasi kegiatan perbankan. Sistem ini dimungkinkan dengan pemanfaatan fasilitas Local Area Network atau Wide Area Network. Pengertian integrated tersebut meliputi kesatuan dalam seluruh kegiatan operasional perbankan, mulai dari proses pembukuan sampai dengan pelaporan keuangan bank serta penerapan sistem On Line antar bagian atau antar cabang.

Pada sistem aplikasi perbankan terintegrasi, sistem aplikasi General Ledger ini pada dasarnya merupakan sistem aplikasi induk yang mampu menampung hasil pengolahan data dari sistem aplikasi lain, misalnya sistem aplikasi tabungan tabungan, giro, pinjaman, dan software lain yang hasil pengolahan datanya akan mempengaruhi laporan keuangan Bank. 

Pengertian sistem aplikasi perbankan adalah penggunaan komputer dan alat-alat pendukungnya dalam operasional perbankan yang meliputi pencatatan, penghitungan, peringkasan, penggolongan, dan pelaporan semua kegiatan di bidang perbankan. Kegiatan tersebut bisa meliputi administrasi, akuntansi, manajemen, pemasaran, atau bidang lain yang mendukung kegiatan perbankan.
Kriteria pemilihan software yang akan digunakan didalam  aplikasi tekhnologi perbankan yaitu :

1. Kemampuan Dokumentasi Atau Penyimpanan Data
Kemampuan dokumentasi ini sebanding dengan kapasitas kerja dan jumlah nasabah yang dilayani Bank. Jumlah data atau nasabah semakin banyak memerlukan memory komputer yang lebih besar untuk menampung Data Base-nya dengan tetap memperhatikan kecepatan proses pengolahan datanya. Sebagai contoh, Bank yang kapasitas kerjanya relatif kecil, misalnya hanya mempunyai 1 kantor, dengan jumlah nasabah hanya ratusan orang, kurang tepat jika menggunakan program yang dijalankan pada mesin besar, misalnya AS 400. Kesimpulannya didalam setiap bank harus memiliki kapasitas  kerja yang besar sehingga bisa menjalankan program yang besar dengan kapasitas orang yang banyak, dan bisa memajukan kinerja bank semaksimal mungkin.


2. Keluwesan (Flexibility)
Kondisi ini harus bisa diantisipasi oleh software komputer sampai batas tertentu. Bank Software komputer yang fleksibilitas tinggi dapat digunakan oleh dua buah bank yang kapasitasnya sama tetapi sistem dan prosedurnya berbeda. Setiap bank bisa mempunya kelebihan yang sama meskipun didilamnya memiliki cara yang berbeda-beda dalam menangani batasan masaah yang dimiliki.

3. Sistem Keamanan (Security System)
Sistem keamanan data merupakan faktor yang sangat penting di bidang perbankan mengingat fungsinya sebagai lembaga kepercayaan yang sebagian besar dana yang telah dikelolanya dimiliki masyarakat. System ini dijelaskan penggunaannya menggunakan  User Id dan password, fasilitas back up data, atau penggunaan sandi-sandi data bank yang digunakan pada system aplikasi.

4. Kemudahan Pengoperasian (User Friendly)
Pengertian mudah dioperasikan bukan berarti setiap pemakai (user) bias mengakses ke software tersebut tetapi setiap petugas yang berwenang mudah mengoperasikan proses yang menjadi tanggung jawabnya. Tahap input, proses, dan output data pada software tersebut tidak menjadi penghambat dalam kegiatan perbankan secara keseluruhan. Sistem aplikasi komputer yang baik bahkan dapat mendeteksi kesalahan pengoperasian (error message) dan memberikan petunjuk pemecahan masalahnya.


5. Sistem Pelaporan (Reporting)
Data atau informasi yang dibutuhkan harus bisa disajikan dalam bentuk yang jelas dan mudah dimengerti. Bank memerlukan laporan-laporan yang lengkap dan jelas tersebut terutama dalam proses pemeriksaan (audit) atau penyajian laporan yang bisa dimengerti oleh pihak-pihak lain dengan harapan keuangan setiap Bank menjadi lebih transparan.


6. Aspek Pemeliharaan (Maintenance)
Kinerja software komputer diharapkan relatif stabil selama Bank beroperasi. Kondisi ini memerlukan aspek pemeliharaan yang baik, baik teknis peralatan maupun modifikasi/pengembangan software. Software perbankan harus mudah dipelihara misalnya penggantian suku cadang hardware yang cepat, perbaikan kinerja proses pengolahan data, serta kemudahan mendeteksi dan memperbaiki kesalahan program.


7. Sources Code
Software yang digunakan dalam operasional perbankan biasanya merupakan program paket yang sudah di-compile (executed program). Program tersebut relative tidak bisa dirubah atau dimodifikasi seandainya pihak Bank menginginkan perubahan atau fasilitas tambahan dari software tersebut. Kondisi ini bisa diatasi jika pihak Bank mempunyai dan memahami software tersebut dalam bentuk bahasa pemrograman aslinya (source code/program). Pertimbangan modifikasi source program ini sangat penting untuk mengantisipasi kedinamisan sektor perbankan sehingga software komputer yang terpilih relatif bisa digunakan untuk jangka waktu yang lama tanpa membeli paket software baru.

SISTEM APLIKASI GENERAL LEDGER

Salah satu aplikasi komputer dalam kegiatan perbankan adalah sistem aplikasi General Ledger. Output dari sistem aplikasi ini yang terpenting dan dikenal masyarakat adalah laporan keuangan bank yang terdiri dari Neraca, Laporan Rugi- Laba, dan Laporan Rekening Administratif. Sistem aplikasi General Ledger sangat penting karena keluaran dari sistem ini bisa menggambarkan kemampuan Bank dalam menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dan penyalur dana. Hal tersebut dimungkinkan melalui analisa data kuantitatif yang terdapat pada Laporan-laporan tersebut.

Sistem Aplikasi General Ledger ini bersifat integrated banking operasional system dengan memakai jaringan kerja komputer yang saling berhubungan untuk seluruh aplikasi kegiatan perbankan. Sistem ini dimungkinkan dengan pemanfaatan fasilitas Local Area Network atau Wide Area Network. Pengertian integrated tersebut meliputi kesatuan dalam seluruh kegiatan operasional perbankan, mulai dari proses pembukuan sampai dengan pelaporan keuangan bank serta penerapan sistem On Line antar bagian atau antar cabang.

Pada sistem aplikasi perbankan terintegrasi, sistem aplikasi General Ledger ini pada dasarnya merupakan sistem aplikasi induk yang mampu menampung hasil pengolahan data dari sistem aplikasi lain, misalnya sistem aplikasi tabungan tabungan, giro, pinjaman, dan software lain yang hasil pengolahan datanya akan mempengaruhi laporan keuangan Bank. 

Kesimpulannya : Software perbankan memiliki kelebihan dan hak khusus dalam pemecahan dan penggunaanya masing-masing yang dapat mempermudah bank itu sendiri dalam menjalankan perannya.

Statistik Perbankan Indonesia

STATISTIK PERBANKAN INDONESIA



Statistik Perbankan Indonesia (SPI) merupakan media publikasi yang menyajikan data mengenai perbankan Indonesia. SPI diterbitkan secara bulanan oleh Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan Bank Indonesia, untuk memberikan gambaran perkembangan perbankan di Indonesia.
Mulai penerbitan edisi Maret 2012, dilakukan penyempurnaan penyajian SPI agar selaras dengan perubahan Laporan Bulanan Bank Umum yang telah terlebih dahulu diimplementasikan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.10/40/PBI/2008 tanggal 24 Desember 2008 tentang Laporan Bulanan Bank Umum. Penyempurnaan dimaksud mengakibatkan perubahan penyajian pada beberapa tabel terkait data Bank Umum dan data Perkreditan sedangkan data terkait Bank Syariah serta data Bank Perkreditan Rakyat tidak mengalami perubahan.
Penjelasan lengkap terkait perubahan beberapa tabel Bank Umum dan data Perkreditan dalam rangka penyempurnaan SPI ini, terdapat dalam Matriks Penyempurnaan SPI. Matriks Penyempurnaan SPI dimaksud memetakan tabel-tabel SPI edisi sebelumnya ke dalam SPI Penyempurnaan.
Matriks Penyempurnaan Statistik Perbankan Indonesia (SPI)
Matriks Rincian Penyempurnaan Statistik Perbankan Indonesia (SPI)
Data SPI Periode 2006 hingga Februari 2012

Kesimpulan :  Perbankan memerlukan izin terlebih dahulu sebelum melakukan pblikasi dan SPI diterbitkan secara bulanan oleh 
Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan Bank Indonesia, untuk memberikan gambaran perkembangan perbankan di Indonesia.

Sumber : http://www.ojk.go.id/data-statistik-perbankan-indonesia

OJK (Otoritas Jasa Keuangan)

Otoritas Jasa Keuangan


Kinerja Otoritas Jasa Keuangan ( (3/5/2014)OJK) akhir-akhir ini dipertanyakan. Baik dari lembaga perbankan dan pasar modal mempertanyakan benefit apa dapat yang mereka peroleh
Talkshow dengan tema haruskan OJK dibubarkan yang bertempat di Cikini, Jakarta Pusat. Hadir sebagai pembicara Haryajid Ramelan, Sekjen Asosiasi Profesi Pasar Modal Indonesia dan Ryan Kiryanto, pengamat perbankan Indonesia.

Keberadaan OJK harus memberikan benefit terhadap lembaga bank dan nonbank. "Pasar modal harus diberikan kesempatan berkembang karena bukan lembaga perbankan,"ujar Haryajid.

Lebih lanjut ia mengatakan keberadaan OJK sudah seharusnya memberikan sertifikasi kepada pasar modal. Hal ini dianggap wajar oleh pasar modal karena industri lain mempunyai lembaga sertifikasi.

"Selain itu juga dibutuhkan peran profesi dibutuhkan dalam membangun pasar modal profesi,"ujarnya.

Adanya kemauan pihak industri mendapatkan hak benefit juga disampaikan oleh pengamat perbankan. "Pelaku industri harus mempunyai hak apa benefit, agar bank lebih mudah diawasi dan lebih transparan,"ujar Ryan.

Menurutnya Bank Indonesia sebagai bank sentral pada waktu itu tidak melakukan pungutan, namun memberlakukan denda dan penalti.

Lembaga keuangan juga meminta adanya sumbangsih yang diperoleh dari wajib pajak, informasi yang transparan, OJK bertanggung jawab terhadap semua bank agar tidak gagal karena mempunyai mandat.


Kesimpulan : Keberadaan OJK harus memberikan benefit terhadap lembaga bank dan nonbank. "Pasar modal harus diberikan kesempatan berkembang karena bukan lembaga perbankan dan  juga dibutuhkan peran profesi dibutuhkan dalam membangun pasar modal profesi.


sumber : http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/05/03/ojk-harus-memberikan-benefit-bagi-lembaga-bank-dan-nonbank

Kejahatan Perbankan

KEJAHATAN PERBANKAN

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis, mengingatkan pemerintah dan Bank Indonesia mewaspadai kasus pembobolan dana dan aset nasabah yang melibatkan oknum karyawan bank. Kejahatan jenis tersebut, kata Harry, punya kecenderungan meningkat trennya.
Hal tersebut disampaikan Harry menanggapi peningkatan kasus pembobolan dana dan aset nasabah yang melibatkan oknum nasabah bank. Kasus terbaru adalah dugaan pemalsuan emas milik Ratna Dewi seberat 59 kilogram.
Emas tersebut -disebutkan- digadaikan oknum di BRI. Polisi telah menetapkan 7 oknum karyawan BRI sebagai tersangka. Sementara dalam gugatan perdatanya, dikabarkan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2013) silam memutuskan pihak BRI terbukti melakukan perbuatan melawan hukum atas sengketa jaminan kredit berupa logam mulia 59 Kilogram. Majelis hakim juga memerintahkan BRI membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 31.860.000 dan imateriil sebesar Rp 5 miliar.
"Fenomena ini tidak lepas dari lemahnya pengawasan Bank Indonesia sehingga hampir setiap dua bulan media memberitakan kasus pembobolan dana atau asset nasabah bank. Selain itu, menurut politisi Golkar tersebut, jika fungsi mediasi BI bisa dimaksimalkan, mestinya kasus fraud tidak harus berlanjut ke meja hijau, yang kerap merugikan nasabah, karena prosesnya lama dan berbelit-belit," kata Harry dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Kamis (24/10/2013)
Harry mencontohkan, kasus sengketa pembobolan dana deposito milik PT Elnusa Tbk di Bank Mega yang telah berlangsung lebih dari 2 tahun. Bank itu, kata Harry, bersikeras tidak mau mengembalikan dana deposito Elnusa, kendati PN Jakarta Selatan pada 22 Maret 2012 Nomor: 284/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL memutuskan Bank Mega harus mengembalikan dana deposito Elnusa sebesar Rp 111 milyar, beserta bunga 6% per tahun.
Menurut Harry, manajemen Bank Mega dan Bank BRI mestinya bisa mencontoh praktik penyelesaian kasus yang dilakukan manajemen Citibank yang langsung mengganti kerugian nasabahnya, setelah itu baru mempidanakan pelakunya, yang tak lain  karyawannya sendiri.
Senada, Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bahrain, juga mengaku prihatin dengan lemahnya pelaksanaan risk management perbankan nasional.
“Hampir seluruh bank nasional pernah mengalami fraud. Baik bank swasta maupun BUMN. Ini menunjukan lemahnya penerapan manajemen risiko dan perlindungan terhadap nasabah bank,” ujarnya.
YLBHI disebutkan sejak awal Oktober 2013 membuka posko pengaduan nasabah bank di 15 kota di Indonesia, melakukan penelitian, bahkan menggelar focus group discussion tentang kasus pembobolan nasabah bank.
Lembaga tersebut juga menyebut telah memantau proses hukum pembobolan dana nasabah,baik di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun kasasi. Proses monitoring perlu dilakukan agar peradilan berjalan sesuai prinsip keadilan.
YLBHI, dikatakan, telah mengirimkan surat ke Gubernur Bank Indonesia dengan Nomor:215/SK/YLBHI/2013. Isinya, mendesak Bank Indonesia (BI) memprioritaskan pengembalian dana nasabah yang dibobol oleh oknum karyawan bank, seperti dalam kasus pembobolan dana milik Elnusa di Bank Mega, serta kasus pembobolan lainnya.


YLBHI juga mendesak BI agar meningkatkan pengawasan perbankan, dan rapkan prinsip non diskriminasi, transparansi dan akuntabilitas sesuai ketentuan PBI No 5/ 8/ PBI/ 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.


Kesimpulan : Pembobolan bank terjadi dikarenakan lemahnya sistem keamanan dari pada bank itu sendiri. Kemudian pihak bank seharusnya lebih tegas dalam penyeesaian dalam memecahkan masalah pembobolan bank dan mengganti rugi hak nasabah dan mempidana pelakunya.


sumber : http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/10/24/waspada-tren-kejahatan-perbankan-libatkan-oknum-karyawan

Masalah Besar Di Bank Syariah

MASALAH BESAR DI BANK SYARIAH


Berikut ini ada 3 masalah besar di bank syariah, sebagai berikut :
Pertama, ketersediaan produk dan standarisasi produk perbankan syariah. Hal ini dikarenakan selama ini masih banyak bank syariah yang belum menjalankan bisnisnya sesuai prinsip syariah. Standardisasi ini diperlukan dengan alasan industri perbankan syariah memiliki perbedaan dengan bank konvensional. Apalagi, produk bank syariah tidak hanya diperuntukkan bagi nasabah muslim, melainkan juga nasabah nonmuslim.
Kedua, tingkat pemahaman (awareness) produk bank syariah. Hingga saat ini, sangat sedikit masyarakat yang tahu tentang produk-produk perbankan syariah dan istilah-istilah di perbankan syariah. "Hanya sekitar 30 persen dari sumber daya yang direkrut mengetahui istilah perbankan syariah serta tingkatawareness-nya," tambahnya.
Selain itu, masalah ketiga industri perbankan syariah adalah sumber daya manusia (SDM). Masalah yang terjadi adalah pihak perbankan kesulitan untuk mencari SDM perbankan syariah yang berkompeten dan mumpuni. "Kami justru banyak mengambil SDM untuk perbankan syariah dari perbankan konvensional dan SDM-SDM yang potensial. Sangat sedikit SDM yang diambil atau lulusan perguruan tinggi syariah," katanya.
Menurut Achmad kecenderungan mengambil SDM dari luar perguruan tinggi syariah karena SDM di perbankan syariah biasanya justru mudah diberikan pengetahuan tentang perbankan syariah.
Dari sisi karir, Achmad juga mengiming-imingi kemudahan untuk bersaing dibandingkan dengan karir di perbankan konvensional. "Rata-rata motivasi mereka bekerja adalah mencari karir dan pendapatan. Secara karir, SDM perbankan syariah tidak kalah dengan perbankan konvensional, karena orangnya minim sehingga mudah untuk naik jenjang karir. Beda dengan perbankan konvensional yang sudah jenuh," jelasnya.
Sekadar catatan, Bank Indonesia memproyeksi industri perbankan syariah bisa memiliki pangsa pasar sebesar 15 persen pada 10 tahun mendatang (atau sekitar tahun 2022) apabila bisa mengalami pertumbuhan yang stabil seperti beberapa tahun terakhir.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah yang saat ini menjadi anggota Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan industri perbankan syariah mengalami pertumbuhan dengan rerata 40,5 persen per tahun, dalam setengah dasawarsa terakhir. Pertumbuhan tersebut dua kali lebih cepat dibandingkan dengan perbankan konvensional sehingga pangsa pasarnya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Namun saat ini pangsa pasarnya (berdasarkan aset) masih sekitar 4 persen.


Kesimpuan : Bank syariah menggunakan SDM yang bukan dari lulusan Perguruan Tinggi Syariah, melainkan dari perbankan nasional. SDM tersebut kurang memahami tentang syariah sehingga perlu arahan supaya tahu seluk-beluk tentang bank tersebut.


sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/08/13/15282835/Tiga.Masalah.Terbesar.di.Bank.Syariah

Problem Perbankan di Indonesia

PROBLEM PERBANKAN
Problem Perbankan Syariah Di Tahun 2013 2014 -Indonesia adalah negara dengan mayoritas umat islam yang cukup banyak yaitu sebesar 202.867.000jiwa  (88,2 % dari total penduduk).  Bila dikaji lebih dalam terdapat 5 permasalahan yang membuat pasar perbankan syariah di Indonesia kurang berkembang yaitu sebagai berikut:
1)Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat
Masyarakat banyak yang tidak memahami perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional. Masyarakat hanya diberi tahu kalau bunga bank konvensional riba tapi tidak mengerti mengapa bunga bank tersebut dikategorikan riba. Istilah-istilah bank syariah seperti mudharabah, muarhabah, ijarah, dll pun masih kurang populer di masyarakat.
2)Pendidikan mengenai perbankan syariah sulit didapatkan
Tidak banyak kursus atau pelatihan yang tersedia mengenai perbankan syariah, selama ini pendidikan bank syariah terbatas pada seminar-seminar singkat saja. Di fakultas ekonomi di universitas terbesar seperti Universitas Indonesia pun, masih belum banyak mata kuliah tentang perbankan syariah. Karena memadukan ilmu syariah dan ilmu ekonomi, banyak ahli di salah satu kedua bidang tersebut kurang memahami bidang lainnya. Sertifikasi pendidikan tenaga kerja di bidang ekonomi syariah juga bukan persyaratan untuk berkerja di bank syariah.
3)Bank Syariah lebih mengedepankan tujuan profit daripada fungsi sosialnya
Terdapat kasus dimana bank syariah memberikan sistem bagi hasil yang memberatkan nasabah. Bagi hasil dinilai dari penjualan dan bagian untuk bank syariah terlalu besar. Kondisi ini akhirnya membuat pengusaha terutama UKM beralih ke bank konvensional yang memberikan kredit berbunga kecil untuk UKM karena beban bunganya dirasa lebih ringan. Banyak juga terdapat kasus, pengusaha pura-pura rugi agar tidak membayar bagi hasil untuk bank syariah. Hal ini semakin mendorong bank syariah untuk memakai sistem bagi hasil dari penjualan.
Karena inggin meniru produk bank konvensional, bank syariah meniru sistem obligasi dan kartu kredit. Dimana semestinya pinjaman dari
Apakah Saudara Ingin Sembuh Dari Gangguan Ejakulasi Dini Lemah Syahwat Dan Disfungsi Ereksi? Klik Disini Sekarang
Bank syariah seharusnya untuk kredit produktif dan UKM bukan untuk kredit konsumtif dan konglomerat. Bila dari kredit konsumtif seperti kartu kredit, maka sulit diketahui darimana cara pembagian hasilnya yang sesuai syariah, hanya bisa ditagih biaya administrasi saja, karena selain itu adalah riba (pengembalian pinjaman melebihi pokok).
4)Peraturan mengenai Bank Syariah belum memadai
UU PPh 2008 menyebutkan bahwa terdapat peraturan perpajakan khusus untuk bank syariah namun hingga kini peraturan tersebut belum diterbitkan. UU PPN yang lama (sebelum diperbaharui dengan UU no 42 Thn 2009) tidak menspesifikasi pertauran tentang perbankan syariah.  Secara general, UU PPN pasal 4 hanya membebaskan jasa pembiayaan dari jasa yang terkena PPN yang akhirnya membuat permasalahan pada transaksi murahabah. Pada transaksi murahabah, yang sepintas mirip sewa guna usaha dengan hak opsi, dianggap terjadi transaksi jual-beli sehingga terkena PPN. Hal ini sangat merugikan bank syariah karena mereka walaupaun tidak menganggap transaksi murahabah sebagai jasa pinjaman denagn imbalan bunga namun akibat beban PPN terhadap transaksi tersebut akan menimbulkan dampak ekonomi beralihnya nasabah dari transaksi tersebut. UU PPn 2009 sudah memberikan netralitas denagn membebaskan transaksi murahabah dari PPN. Namun belum mengatur transaksi-transaksi lainnya.
PSAK pun kesulitan dalam membuat standar akuntansi untuk bank syariah karena selama ini PSAK hanya berkiblat pada FASB (standar akuntansi USA). Laporan keuangan bank syariah terbesar seperti Bank Syariah Mandirihanya memperhatikan PSAK no. 59 yang mengatur akuntansi bank syariah secara umum dan PSAK no 101 tentap susunan laporan keuangannya. Sedangkan PSAK No. 102-110 belum diadopsi secara luas.
5) Sarana dan Prasarana masih kalah dibandingkan bank konvensional
Bank syariah masih sulit ditemui cabangnya terutama bila bersaing dengan cabang-cabang bank konvensional.  Banyak bank konvensional yang satu atap dengan cabang syariahnya. Hal ini membuat ketidakjelasan akan pemisahan dana yang dikelola untuk sistem perbankan syariah dengan yang dikelola oleh sistem perbankan konvensional.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, semoga perbankan syariah di Indonesia dapat berbenah diri  sehingga perbankan syariah dapat terus berkembang dengan tidak melupakan tujuan aslinya yaitu memberikan fasilitas lembaga keuangan masyarakat yang terbebas dari unsur riba dan unsur haram lainnya.

Kesimpulan : Perlu adanya pemerataan dalam hal pelayanan yang lebih mementingkan masyarakat luas serta memperhatikan sarana dan prasarana dalam hal pembangunan yang lebih memadai.

sumber : http://lemah-syahwat.antiloyo.com/2013/08/problem-perbankan-syariah-di-tahun-2013.html