PROBLEM PERBANKAN
Problem Perbankan Syariah Di Tahun 2013 2014 -Indonesia adalah negara dengan mayoritas umat islam yang cukup banyak yaitu sebesar 202.867.000jiwa (88,2 % dari total penduduk). Bila dikaji lebih dalam terdapat 5 permasalahan yang membuat pasar perbankan syariah di Indonesia kurang berkembang yaitu sebagai berikut:
1)Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat
Masyarakat banyak yang tidak memahami perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional. Masyarakat hanya diberi tahu kalau bunga bank konvensional riba tapi tidak mengerti mengapa bunga bank tersebut dikategorikan riba. Istilah-istilah bank syariah seperti mudharabah, muarhabah, ijarah, dll pun masih kurang populer di masyarakat.
2)Pendidikan mengenai perbankan syariah sulit didapatkan
Tidak banyak kursus atau pelatihan yang tersedia mengenai perbankan syariah, selama ini pendidikan bank syariah terbatas pada seminar-seminar singkat saja. Di fakultas ekonomi di universitas terbesar seperti Universitas Indonesia pun, masih belum banyak mata kuliah tentang perbankan syariah. Karena memadukan ilmu syariah dan ilmu ekonomi, banyak ahli di salah satu kedua bidang tersebut kurang memahami bidang lainnya. Sertifikasi pendidikan tenaga kerja di bidang ekonomi syariah juga bukan persyaratan untuk berkerja di bank syariah.
3)Bank Syariah lebih mengedepankan tujuan profit daripada fungsi sosialnya
Terdapat kasus dimana bank syariah memberikan sistem bagi hasil yang memberatkan nasabah. Bagi hasil dinilai dari penjualan dan bagian untuk bank syariah terlalu besar. Kondisi ini akhirnya membuat pengusaha terutama UKM beralih ke bank konvensional yang memberikan kredit berbunga kecil untuk UKM karena beban bunganya dirasa lebih ringan. Banyak juga terdapat kasus, pengusaha pura-pura rugi agar tidak membayar bagi hasil untuk bank syariah. Hal ini semakin mendorong bank syariah untuk memakai sistem bagi hasil dari penjualan.
Karena inggin meniru produk bank konvensional, bank syariah meniru sistem obligasi dan kartu kredit. Dimana semestinya pinjaman dari
Apakah Saudara Ingin Sembuh Dari Gangguan Ejakulasi Dini Lemah Syahwat Dan Disfungsi Ereksi? Klik Disini Sekarang
Bank syariah seharusnya untuk kredit produktif dan UKM bukan untuk kredit konsumtif dan konglomerat. Bila dari kredit konsumtif seperti kartu kredit, maka sulit diketahui darimana cara pembagian hasilnya yang sesuai syariah, hanya bisa ditagih biaya administrasi saja, karena selain itu adalah riba (pengembalian pinjaman melebihi pokok).
4)Peraturan mengenai Bank Syariah belum memadai
UU PPh 2008 menyebutkan bahwa terdapat peraturan perpajakan khusus untuk bank syariah namun hingga kini peraturan tersebut belum diterbitkan. UU PPN yang lama (sebelum diperbaharui dengan UU no 42 Thn 2009) tidak menspesifikasi pertauran tentang perbankan syariah. Secara general, UU PPN pasal 4 hanya membebaskan jasa pembiayaan dari jasa yang terkena PPN yang akhirnya membuat permasalahan pada transaksi murahabah. Pada transaksi murahabah, yang sepintas mirip sewa guna usaha dengan hak opsi, dianggap terjadi transaksi jual-beli sehingga terkena PPN. Hal ini sangat merugikan bank syariah karena mereka walaupaun tidak menganggap transaksi murahabah sebagai jasa pinjaman denagn imbalan bunga namun akibat beban PPN terhadap transaksi tersebut akan menimbulkan dampak ekonomi beralihnya nasabah dari transaksi tersebut. UU PPn 2009 sudah memberikan netralitas denagn membebaskan transaksi murahabah dari PPN. Namun belum mengatur transaksi-transaksi lainnya.
PSAK pun kesulitan dalam membuat standar akuntansi untuk bank syariah karena selama ini PSAK hanya berkiblat pada FASB (standar akuntansi USA). Laporan keuangan bank syariah terbesar seperti Bank Syariah Mandirihanya memperhatikan PSAK no. 59 yang mengatur akuntansi bank syariah secara umum dan PSAK no 101 tentap susunan laporan keuangannya. Sedangkan PSAK No. 102-110 belum diadopsi secara luas.
5) Sarana dan Prasarana masih kalah dibandingkan bank konvensional
Bank syariah masih sulit ditemui cabangnya terutama bila bersaing dengan cabang-cabang bank konvensional. Banyak bank konvensional yang satu atap dengan cabang syariahnya. Hal ini membuat ketidakjelasan akan pemisahan dana yang dikelola untuk sistem perbankan syariah dengan yang dikelola oleh sistem perbankan konvensional.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, semoga perbankan syariah di Indonesia dapat berbenah diri sehingga perbankan syariah dapat terus berkembang dengan tidak melupakan tujuan aslinya yaitu memberikan fasilitas lembaga keuangan masyarakat yang terbebas dari unsur riba dan unsur haram lainnya.
Problem Perbankan Syariah Di Tahun 2013 2014 -Indonesia adalah negara dengan mayoritas umat islam yang cukup banyak yaitu sebesar 202.867.000jiwa (88,2 % dari total penduduk). Bila dikaji lebih dalam terdapat 5 permasalahan yang membuat pasar perbankan syariah di Indonesia kurang berkembang yaitu sebagai berikut:
1)Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat
Masyarakat banyak yang tidak memahami perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional. Masyarakat hanya diberi tahu kalau bunga bank konvensional riba tapi tidak mengerti mengapa bunga bank tersebut dikategorikan riba. Istilah-istilah bank syariah seperti mudharabah, muarhabah, ijarah, dll pun masih kurang populer di masyarakat.
2)Pendidikan mengenai perbankan syariah sulit didapatkan
Tidak banyak kursus atau pelatihan yang tersedia mengenai perbankan syariah, selama ini pendidikan bank syariah terbatas pada seminar-seminar singkat saja. Di fakultas ekonomi di universitas terbesar seperti Universitas Indonesia pun, masih belum banyak mata kuliah tentang perbankan syariah. Karena memadukan ilmu syariah dan ilmu ekonomi, banyak ahli di salah satu kedua bidang tersebut kurang memahami bidang lainnya. Sertifikasi pendidikan tenaga kerja di bidang ekonomi syariah juga bukan persyaratan untuk berkerja di bank syariah.
3)Bank Syariah lebih mengedepankan tujuan profit daripada fungsi sosialnya
Terdapat kasus dimana bank syariah memberikan sistem bagi hasil yang memberatkan nasabah. Bagi hasil dinilai dari penjualan dan bagian untuk bank syariah terlalu besar. Kondisi ini akhirnya membuat pengusaha terutama UKM beralih ke bank konvensional yang memberikan kredit berbunga kecil untuk UKM karena beban bunganya dirasa lebih ringan. Banyak juga terdapat kasus, pengusaha pura-pura rugi agar tidak membayar bagi hasil untuk bank syariah. Hal ini semakin mendorong bank syariah untuk memakai sistem bagi hasil dari penjualan.
Karena inggin meniru produk bank konvensional, bank syariah meniru sistem obligasi dan kartu kredit. Dimana semestinya pinjaman dari
Apakah Saudara Ingin Sembuh Dari Gangguan Ejakulasi Dini Lemah Syahwat Dan Disfungsi Ereksi? Klik Disini Sekarang
Bank syariah seharusnya untuk kredit produktif dan UKM bukan untuk kredit konsumtif dan konglomerat. Bila dari kredit konsumtif seperti kartu kredit, maka sulit diketahui darimana cara pembagian hasilnya yang sesuai syariah, hanya bisa ditagih biaya administrasi saja, karena selain itu adalah riba (pengembalian pinjaman melebihi pokok).
4)Peraturan mengenai Bank Syariah belum memadai
UU PPh 2008 menyebutkan bahwa terdapat peraturan perpajakan khusus untuk bank syariah namun hingga kini peraturan tersebut belum diterbitkan. UU PPN yang lama (sebelum diperbaharui dengan UU no 42 Thn 2009) tidak menspesifikasi pertauran tentang perbankan syariah. Secara general, UU PPN pasal 4 hanya membebaskan jasa pembiayaan dari jasa yang terkena PPN yang akhirnya membuat permasalahan pada transaksi murahabah. Pada transaksi murahabah, yang sepintas mirip sewa guna usaha dengan hak opsi, dianggap terjadi transaksi jual-beli sehingga terkena PPN. Hal ini sangat merugikan bank syariah karena mereka walaupaun tidak menganggap transaksi murahabah sebagai jasa pinjaman denagn imbalan bunga namun akibat beban PPN terhadap transaksi tersebut akan menimbulkan dampak ekonomi beralihnya nasabah dari transaksi tersebut. UU PPn 2009 sudah memberikan netralitas denagn membebaskan transaksi murahabah dari PPN. Namun belum mengatur transaksi-transaksi lainnya.
PSAK pun kesulitan dalam membuat standar akuntansi untuk bank syariah karena selama ini PSAK hanya berkiblat pada FASB (standar akuntansi USA). Laporan keuangan bank syariah terbesar seperti Bank Syariah Mandirihanya memperhatikan PSAK no. 59 yang mengatur akuntansi bank syariah secara umum dan PSAK no 101 tentap susunan laporan keuangannya. Sedangkan PSAK No. 102-110 belum diadopsi secara luas.
5) Sarana dan Prasarana masih kalah dibandingkan bank konvensional
Bank syariah masih sulit ditemui cabangnya terutama bila bersaing dengan cabang-cabang bank konvensional. Banyak bank konvensional yang satu atap dengan cabang syariahnya. Hal ini membuat ketidakjelasan akan pemisahan dana yang dikelola untuk sistem perbankan syariah dengan yang dikelola oleh sistem perbankan konvensional.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, semoga perbankan syariah di Indonesia dapat berbenah diri sehingga perbankan syariah dapat terus berkembang dengan tidak melupakan tujuan aslinya yaitu memberikan fasilitas lembaga keuangan masyarakat yang terbebas dari unsur riba dan unsur haram lainnya.
Kesimpulan : Perlu adanya pemerataan dalam hal pelayanan yang lebih mementingkan masyarakat luas serta memperhatikan sarana dan prasarana dalam hal pembangunan yang lebih memadai.
sumber : http://lemah-syahwat.antiloyo.com/2013/08/problem-perbankan-syariah-di-tahun-2013.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar